Tuesday 6 January 2009

Sehat dan Hemat dengan Obat Generik Berlogo

“Saya kasih obat generik, ya?”

“Jangan, dok. Saya minta obat bermerek, supaya cepat sembuh. Memakai obat generik, kapan sembuhnya?”

Dialog ini terjadi di sebuah tempat praktek dokter di Jakarta. Masyarakat Indonesia memang menganggap bahwa obat bermerek adalah obat nomor satu, yang cepat dapat menyembuhkan penyakit. Maka, bila dokter meresepkan obat generik berlogo (OGB), pasien protes. Pasien dan keluarganya beranggapan, OGB tidak manjur dan hanya pantas dikonsumsi oleh kalangan menengah bawah. Dibanding obat bermerek, harga OGB memang lebih murah. Untuk diketahui, OGB adalah obat yang namanya sama dengan zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya.

Berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikat atau Eropa, yang jauh lebih sejahtera. Di sana, bila pasien datang berobat maka dokter, klinik atau rumah sakit otomatis akan memberikan obat generik. Itu karena masyarakat di negara maju sudah teredukasi. Mereka tahu persis bahwa zat berkhasiat yang terkandung dalam OGB dan obat bermerek sama persis.

Kesadaran dan pengetahuan masyarakat negara maju demikian tinggi. Mereka sedikit banyak tahu akan manfaat obat-obatan yang diberikan oleh dokter atau institusi kesehatan. Di negara maju, obat generik sangat popular karena ditopang oleh sistim pelayanan kesehatan, yang sudah dicover asuransi. Pihak asuransi akan “menekan” institusi kesehatan, agar mereka memberikan OGB kepada pasien yang datang berobat.

Masyarakat Indonesia masih belum teredukasi secara baik. Pengetahuan masyarakat sangat minim, sehingga cenderung percaya dan menerima begitu saja apa pun obat yang diberikan oleh dokter atau rumah sakit. Di sini, sistem asuransi kesehatan juga belum berkembang sehingga untuk biaya kesehatan, pasien harus mengeluarkan uang dari kocek sendiri.

Khasiat sama

Zat berkhasiat yang terkandung dalam obat generik berlogo (OGB) dan obat paten /bermerek sama. Misalnya kita minum obat generik Amoxycilin 500mg, maka obat tersebut akan sama khasiatnya dengan obat bermerek "Amx (bukan merk sebenarnya)" produksi farmasi X, yang harganya bisa mencapai 5 kali lipat dari harga obat generik.

Sama seperti obat bermerek, tidak semua perusahaan farmasi boleh memroduksi OGB. OGB hanya boleh diproduksi oleh perusahaan farmasi yang sudah sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Karena itu, kualitasnya dijamin oleh pemerintah.


Sebagai salah satu contoh misalnya adalah perusahaan farmasi INF, salah satu produsen utama OGB di Indonesia, yang sudah berusia 90 tahun (berdiri 1918). BUMN di bidang farmasi ini menetapkan standar yang tinggi untuk setiap OGB yang diproduksinya, yaitu:
  • Bahan baku obat yang digunakan harus memenuhi standar bahan baku obat Amerika Serikat (USP) dan Eropa.
  • Fasilitas produksi sudah memenuhi standar CPOB dan sudah mendapat sertikat ISO 9001: 2000.
  • Sudah diuji banding biovailabilitas dengan obat paten, dan memberikan hasil yang sama.
Maka, tak perlu ragu mengonsumsi OGB. Adalah hak pasien untuk meminta OGB kepada dokter atau apotik. OGB mudah diperoleh di apotik-apotik dan toko obat. Ingin sehat tapi hemat? Pakai OGB!

3 comments:

  1. Iya,saya jg tdk mnolak kalau sakit diberi obat ogb. Soalnya msalah ksembuhan atau cocok dg obat itu sbnerny sugesti dri sipasien itu sndiri,intiny kandungan bhan aktif obat itu sndiri yg penting. Sampai skrg sy jg masi mngknsumsi ogb. Ini sj sy sdg skit radang tnggorokan,mnumny jg obat dri ogb.. Alhmdllh ini sdh mndingan.

    ReplyDelete
  2. Klo sy pernah berobat ke salah satu dokter, ketika minta resep obat generik malah alasan y macam2 pd akhir y tetap menuliskan obat paten....,gak ada lah dokter y rela kehilangan fee yg diberikan perusahaan obat (jika obat dr perush tsb diresepkan oleh dokter), artinya bukan masyarakat y yg kurang mengerti, justru dokter y yg membodohi masyarakat demi keuntungan pribadi

    ReplyDelete